Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan
Sinopsis
Belum reda kontroversi penonaktifan Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani terkait skandal Bank Century, kini muncul lagi kontroversi yang tak kalah hebohnya. Setelah kontroversi jilid satu melanda wapres dan menteri, kontroversi jilid dua menimpa Presiden SBY.
Kontroversi dipantik oleh buku “Membongkar Gurita Cikeas: Dibalik Skandal Bank Century” karya George Aditjondro yang mengkritisi yayasan-yayasan di sekitar SBY. Ada dugaan aliran dana yang tidak jelas mengalir ke yayasan tersebut sehingga perlu dilakukan audit independen.
Dugaan George bukannya tak berdasar. Dalam struktur kepengurusan beberapa yayasan, terdapat sejumlah nama yang pernah dan masih aktif di lingkungan BUMN. Selain itu, sokongan dana dari pengusaha hitam juga sempat dikabarkan masuk ke salah satu yayasan.
Dengan melakukan audit pada yayasan seperti Yayasan Puri Cikeas, Yayasan Mutu Manikam Nusantara, Majelis Dzikir SBY, dan Yayasan Kepedulian dan Kesetiakawanan, maka publik bisa tahu berapa besar dana yang masuk serta darimana sumbernya. Termasuk juga adanya dugaan dana dari LKBN Antara yang masuk ke tim kampanye SBY.
George mengklaim, masih banyak data yang belum ia ungkap di dalam buku terkait sumber dana kampanye SBY. Ia juga menyayangkan pihak KPU dan Bawaslu yang tidak meneliti secara mendalam tentang tim kampanye dan dana kampanye yang digunakan SBY.
Analisis
Membongkar Gurita Cikeas menjadi buku yang sangat populer belakangan ini. Mengapa? Saat masyarakat tengah fokus pada pemberitaan seputar Bank Century, sang penulis George Junus Aditjondro membeberkan data-data baru perihal bank yang telah berganti nama menjadi Mutiara Bank tersebut lewat sudut pandang yang berbeda yaitu, mengaitkannya dengan seluruh kegiatan yang berpusat di Cikeas, kediaman pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Buku ini bukanlah buku akademik, melainkan buku populer yang sarat akan asumsi penulis sehingga tidak dapat dijadikan refensi dalam menulis karya ilmiah. Hal ini dibuktikan dengan tulisan George Junus Aditjondro ini mengarah pada tuduhan, baik itu tersirat maupun tersurat, sebagaimana yang telah lama kita ketahui beliau sedikit berani dalam berbicara seputar ketidakpuasannya terhadap pemerintah.
Pada bagian awal bukunya, George mempertanyakan reaksi SBY yang dinilai tebang pilih saat mengetahui namanya dicatut dalam rekaman pembicaraan yang mengindikasikan kriminalisasi terhadap Bibit Samad Rianto dan Chandra M.HamzaH. Beliau membandingkannya dengan kasus Zaenal Maarif yang dilaporkan Presiden karena menyebarkan fitnah bahwa sebelum menjadi taruna di Akademi Militer, SBY telah menikah dan memiliki anak perempuan serta menjadi wali dalam pernikahan anaknya tersebut.
Dalam suatu wawancara dengan Juru Bicara Kepresidenan saat itu Dino Patti Djalal di Kantor Presiden (27/10), Presiden menegaskan bahwa tidak pernah ada pembicaraan kepada siapapun mengenai posisi Wakil Jaksa Agung. Lewat juru bicaranya Presiden SBY kembali menegaskan itu adalah aksi pencatutan nama oleh orang yang diberitakan menyatakan itu dalam rekaman dan sama sekali tidak benar. Presiden mengharapkan masyarakat tak terpengaruh pada berita pencatutan nama itu.1
Nah, berbeda konteksnya bukan? Saya pikir rekaman tersebut adalah pembicaraan dua orang secara pribadi dan kebetulan disadap serta diperdengarkan dalam sidang, sehingga orang-orang yang namanya dicatut tidak bisa memberikan klarifikasi. Sedangkan Zaenal Maarif saat itu terang-terangan berbicara di depan media, sehingga mantan anggota DPR yang dulu digadang-gadang menjadi menteri agama tersebut harus meminta maaf secara tertulis kepada SBY di sejumlah media cetak nasional.
Secara keseluruhan, yang patut diacungi jempol adalah 80% tulisannya mengandung kebenaran. Selebihnya ada yang sangat saya sayangkan mengenai Grup Sampoerna yang disebut-sebut sebagai penyokong dana kampanye partai Demokrat. Penulis seharusnya jangan menggunakan kata Grup Sampoerna. Karena yang ada hanya PT Sampoerna Tbk. Grup Sampoerna mengarah pada definisi seluruh anggota keluarga Sampoerna.
Pada bagian tengah buku, penulis membeberkan fakta-fakta yang mencengangkan kita semua. Beliau mengaitkan yayasan-yayasan keagamaan dan sosial yang berafiliasi dengan SBY ada kaitannya dengan mobilisasi politik dan ekonomi orang nomor satu negeri ini.
Setelah membaca lebih jauh, pastilah kita ikut merasa perihatin sekaligus bertanya-tanya. Benarkah sebagian anggaran Negara digunakan untuk kepentingan yayasan sebagai kendaraan politik dan ekonominya. Terlalu dini sekali kita berasumsi demikian.
Salah satu yayasannya adalah Majelis Dzikir Nurussalam oleh Yayasan Majelis Dzikir Nurussalam yang melibatkan beberapa pejabat Negara dalam struktur organisasinya. Dalam benak saya, apa salahnya para pejabat menjabat posisi stategis di yayasan tersebut? Bukankah sebuah yayasan apalagi yayasan sosial sewajarnya mendapatkan dana sumbangan dari donator tetap, hibah ataupun sumbangan dari pemerintah? Nah, yang sama-sama kita takuti adalah dana yayasan tercampur dengan anggaran Negara. Itulah yang juga dipikirkan George Junus Aditjondro, sang penulis buku fenomenal Membongkar Gurita Cikeas.
Sebuah yayasan –yayasan manapun, bila sesuai prosedur mengajukan proposal kepada pemerintah perihal bantuan dana, berhak mendapatkannya. Asalkan menjabarkan untuk kepentinga apa saja dana tersebut secara jelas dan terbuka.
Penulis telah menjabarkan secara mendetail, apa saja visi dan misi, bentuk kegiatan, dan bantuan-bantuan yang telah diberikan lewat yayasan-yayasan yang berafiliasi dengan SBY. Salah satunya adalah Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian yang memiliki tujuan memberi bantuan sosial dan kemanusiaan kepada seniman dan olahragawan yang berjasa dan berprestasi serta kaum dhuafa, korban bencana alam, dan kelompok masyarakat marjinal yang belum tersentuh program bantuan yang ada. Apa saja bentuk bantuannya, baik itu materi maupun moril telah kita baca sama-sama. Patutkah kita iri kepada mereka yang menerima bantuan bila benar-benar terungkap bahwa yayasan tersebut memakai uang Negara? Sungguh ironis.
Terakhir dari saya adalah buku ini memiliki strategi pemasaran yang baik, dengan embel-embel judul Di Balik Skandal Bank Century. Pada kenyataannya, isi yang menceritakan perihal Bank Century hanya berkisar 30 persen saja.
Kenyataan bahwa George memakai data sekunder atau tidak bukan masalah karena data yang telah ditulis media menjadi data yang dapat dipertanggung jawabkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar