Rabu, 19 Mei 2010

By Blood, We Care



Mari Bangkit Lewat Kepedulianmu

Untuk memanfaatkan momen Hari Kebangkitan Nasional, mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara menggelar kegiatan donor darah yang melibatkan civitas akademika UMN sendiri, para staf dan masyarakat sekitar. Kegiatan ini tak hanya bertujuan untuk menjalin hubungan baik mahasiswa dengan masyarakat, tetapi juga merupakan wujud rasa peduli terhadap teman-teman yang membutuhkan darah. Sebagaimana kita ketahui PMI sebagai pihak pengumpul darah memiliki stok yang terbatas.

Ide kegiatan donor darah ini sendiri murni datangnya dari mahasiswa, khususnya mahasiswa kelas F Program Studi Ilmu Komunikasi angkatan 2009 yang pada awalnya bertujuan untuk melaksanakan proyek mata kuliah Public Relation sebagai bentuk kegiatan yang dapat membangun corporate communication. Akan tetapi, animo yang tinggi dari mahasiswa UMN dan masyarakat sekitar pada kegitan ini membuat semangat pemuda dari mahasiswa berkobar, apalagi setelah mendapat dukungan penuh dari pihak kampus. Ada sedikitnya 200 orang yang berpartisipasi dalam kegiatan yang bertemakan By Blood We Care ini.

Pendonoran darah akan dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2010 pukul 10.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB dan bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia Kota Tangerang. Personil PMI yang dilibatkan berjumlah 10 orang sedangkan panitia pelaksana kegiatan ini sendiri berjumlah 40 orang dengan 3 orang ketua pelaksana. Selain itu, Lions Club Cabang Gading Serpong sebagai organisasi non pemerintah yang fokus pada pengabdian terhadap masyarakat ikut berpartisipasi dalam menyukseskan acara tersebut.

“Kegiatan ini bukan sekedar aplikasi keilmuan semata, namun ini juga merupakan CSR yaitu bentuk tanggung jawab sosial mahasiswa.” Ujar Kaprodi Ilmu Komunikasi Dra. Bertha Sri Eko, M.Si saat dijumpai di ruangannya pada hari Selasa (18/5).

Kegiatan ini diharapkan dapat membangun kepedulian terhadap sesama dan memperkenalkan UMN kepada masyarakat sebagai kampus memberi perhatian lebih pada kegiatan-kegiatan sosial semacam ini.

Rabu, 12 Mei 2010

Il Capitano Franco Baresi


Foto Bareng Franco Baresi, legenda hidup AC Milan

ada yang baru lho

hari ini gue belajar PTM.
apa sih PTM? Pengantar Tekhnologi Multimedia
eh, prakteknya disuruh bikin blog....cape deeeeeeh
di suruh bikin entri baru. lha, ini lagi ngapain namanya?

Rabu, 24 Februari 2010

Multikulturalisme

Untuk Memenuhi Tugas PKn
Keanekaragaman budaya yang dimiliki bangsa ini mencerminkan bahwa kita mampu hidup selaras di tengah “invasi” budaya asing, baik itu membawa pengaruh positif atau negatif untuk masyarakat. Kenyataan hidup bahwa Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau dan ratusan suku dengan budaya masing-masing yang berbeda seharusnya menghasilkan sifat keterbukaan serta kesadaran akan persatuan dan kesatuan nasional. Apabila keanekaragaman yang ada dikelola dengan baik, maka kita dapat menghindari konflik yang mengatasnamakan perbedaan tersebut.
Di tengah kemajemukan budaya, beruntung Indonesia memiliki kebudayaan Bali sebagai ciri khas budaya Indonesia di mata internasional, seperti yang tampak pada iklan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Jangan buru-buru cemburu apabila kebudayaan daerah lain lebih dikenal. Hal ini kembali pada diri masing-masing, apakah sudah ikut mempromosikan kebudayaan daerah asal atau malah lebih bangga memakai budaya asing. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, multikulturalisme yang ditanam bangsa Indonesia seharusnya mampu menjadi penyelaras di era globalisasi ini.

Analisis Film Capres

Untuk Memenuhi Tugas PKn

sinopsis

Film “Capres” menceritakan tentang seorang office boy bernama Hartono (diperankan oleh Dwi Sasono) yang dicalonkan oleh partai ASU (Anggaran Semuanya Untukmu) –tempat ia bekerja, menjadi calon presiden menggantikan Ketua Umum partai tersebut yang ditangkap oleh KPK. Motif pencalonan Hartono oleh para petinggi partai sebagai calon presiden yang bakal maju dalam pemilu semata-mata agar dana yang telah terkumpul dari sejumlah pejabat dan pengusaha untuk kampanye partai dapat dipertahankan.

Pada awalnya para petinggi partai tersebut dapat menyetir kegiatan politik Hartono yang memang terkesan lugu dan polos itu. Akan tetapi, lama-kelamaan ia mulai sadar bahwa apa yang dilakukan teman-temannya tidak sesuai dengan hati nurani, setelah melihat secara terang-terangan kejahatan seperti pemukulan, pembunuhan hingga peraktik perdukunan yang telah dilakukan demi mencapai keinginan dan kepentingan pribadi masing-masing petinggi partai ASU. Terlebih lagi setelah aktif di dunia politik, ia mulai jarang berkomunikasi dengan kekasihnya, Ningsih yang diperankan oleh Happy Salma. Ini membuat hubungannya dengan Ningsih renggang.

Atas idealisme yang diajarkan ayahnya bahwa seorang pemimpin seharusnya memiliki 3 kriteria yaitu mampu melayani rakyat, belajar dari pemimpin yang berhasil serta mempunyai seseorang yang mirip walaupun berada di belahan dunia yang lain (Doppelgänger), Hartono mulai bertindak sendiri. Ia maju sebagai calon presiden yang menawarkan solusi penyelelesaian masalah nasional dengan cara menghindari kekerasan dan menggalang perdamaian.

Aksi Hartono membuat para petinggi Partai ASU cemas. Mereka takut kepentingan pribadi mereka tidak dapat terealisasi. Ditambah lagi kemunculan sosok yang mirip dengan Hartono mampu mengecoh mereka saat ingin menghancurkan karier politiknya yang tengah bersinar karena telah menarik perhatian dan dukungan rakyat. Pada akhir cerita, para petinggi Partai ASU yang korup itu tak bisa menyangkal bahwa Hartono memang layak menjadi pemimpin.

Analisa

Film “Capres” seakan menjawab kerinduan pecinta film tanah air akan cerita-cerita berbau politik yang diangkat ke layar lebar setelah kemunculan film “Gie” besutan Mira Lesmana tahun 2005 silam. Berbeda dengan “Gie” yang berangkat dari buku karangan Soe Hok Gie –Catatan Seorang Demonstran, film “Capres” terinspirasi dari berbagai isu politik dan peristiwa menjelang pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden.Seperti yang ditampilkan dalam salah satu scene film ini, yaitu peristiwa penangkapan sejumlah tokoh KPU dan kejaksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi perihal penyelewengan dana pemilu.

Pada dasarnya, film bergenre komedi ini ingin mengemas isu politik yang tengah terjadi sebagai wacana yang ringan sehingga menjadi tayangan yang dapat ditonton dengan santai. Akan tetapi, banyolan-banyolan yang ditampilan hanya dapat kita temukan pada awal-awal cerita. Selebihnya film ini nyaris berisi hal-hal serius.

Selain itu, kemunculan tokoh yang terlihat tidak masuk akal untuk menyelesaikan masalah pelik sangatlah biasa dan tidak mampu mengejutkan penonton. Pada akhirnya toh happy ending juga, seperti film-film nasional kebanyakan. Beruntung penonton disuguhan penampilan berkualitas para aktor-aktris kawakan semisal Dwi Sasono, Sudjiwo Tedjo, dan Catherine Wilson.

Kelebihan film ini adalah penampilan para cameo atau figuran yang berasal dari orang-orang terkenal yaitu para tokoh dalam parodi politik “Republik Mimpi”, mantan Wapres RI yaitu KH. Abdurrahman Wahid dan H. Jusuf Kalla serta sejumlah politikus kawakan yang menambah bobot film ini menjadi film yang sarat akan muatan politik. Diharapkan film “Capres” ini dapat memberikan pendidikan politik akan gambaran pemerintahan yang baik dan bersih sehingga menjadi tontonan wajib sebelum pemilu 2009.

Kaitan film “Capres” dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan perihal Good and Clean Governance adalah bagaimana mewujudkan tuntutan masyarakat terhadap tatanan pemerintah yang menerapkan nilai, transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan demokrasi supaya dapat disebut good governance. Masyarakat menilai bahwa krisis multidimensi yang merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara berasal dari penyelewengan kekuasaan. Dalam hal ini, yang paling mencolok adalah peraktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Film ini sangat jelas menggambarkan bahwa peraktik KKN dilakukan oleh cabang-cabang pemerintahan khususnya legislatif dan yudikatif. Sehingga wacana yang diangkat dalam cerita adalah bagaimana menggagas reformasi birokrasi pemerintah (governance reform).

Sebuah tatanan pemerintahan dikatakan bad governance apabila terdapat penyelewengan dalam political, bureaucratic, dan judicial. Dalam film “Capres”, tokoh Pak Surip sebagai orang kejaksaan yang disuap agar tidak mem-blow up kasus Ketua Umum Partai ASU-Pak Gondo, yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden adalah contoh sebagian kecil dari ciri bad governance.

Bad governance dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni faktor budaya, organisasi dan manajemen serta individu,. Contoh budaya korup yang terlembaga adalah menggunakan “uang pelicin” atau mengistilahkan “uang administrasi” sebagai alasan agar kepentingan dapat terealisasikan.

Pengawasan yang rendah dalam sebuah organisasi atau lembaga juga dapat memicu KKN. Beruntung negara ini memiliki KPK yang setidaknya mampu meminimalisir tindakan korupsi. Bukannya pesimis jika peraktik KKN dapat dihilangkan, akan tetapi KKN sepertinya sudah mewabah di segala aspek kehidupan.

Faktor individu termasuk di dalamnya sifat seseorang yang egois dalam dalam sebuah sistem yang korup. Tengoklah reaksi para pemimpin Partai ASU setelah mengetahui ketua umum mereka ditangkap oleh KPK. Mereka buru-buru mencari calon pengganti yang dapat “disetir” dan pilihan jatuh pada Hartono, sosok yang lugu dan polos tetapi masih memegang nilai-nilai kejujuran.

Kejujuran menjadi barang langka dalam mewujudkan kehidupan bernegara dalam pemerintahan yang baik dan bersih. Sifat jujur seringkali dianggap menyimpang dan salah tempat, apalagi dalam kegiatan politik. Para aktor dalam dunia politik biasanya mendahulukan kepentingan individu apabila ada kesempatan yang datang perihal jabatan dan otoritas.

Film ini menyadarkan kita bahwa sesungguhnya idealisme yang telah kita pegang teguh seharusnya mampu menjadi benteng yang kokoh dalam menghadapi situasi yang bertentangan dengan hati nurani. Nilai-nilai kejujuran, persatuan dan kesatuan serta rasa saling menyayangi hendaklah dipelihara dalam diri kita ditengah kehidupan pada era globalisasi saat ini yang mulai melupakan nilai-nilai luhur tersebut.


Minggu, 27 September 2009

Awal mula gue suka Milan

Gue akan cerita sedikit, kenapa gue bisa jatuh hati ama AC Milan, Il Diavolo Rosso.
Awalnya, gue sama sekali gak hobi nonton Serie-A. Duh, boro-boro Milan, semua pertandingan Lega Calcio gak ada yang gue ikutin satupun. Bagi gue, Serie-A tuh liga paling membosankan. Coba bayangin, pemain bertubuh tinggi besar, melakukan umpan-umpan pendek apalagi kalo udah numpuk semua di kotak penalty.Aih, gerem banget deh. Dipikiran gue, udah dianugrahin postur tubuh ideal kok males bergerak.
I watched Milan at the first time, When I was 12 years old in 2003. Kalo gak salah, gue kelas 6 SD tuh. Gue nonton Final Liga Champions yang mempertemukan Milan dengan Juventus. Itupun nonton adu penaltinya doing,hehehe. Maklum, belom biasa begadang sih, and waktu itu gue belum ada feel ama Milan.
Yang familiar ditelinga gue adalah Juventus, bukan Milan. Tapi gue menolak dengan tegas kalo disebut ex-Juventini ! Dulu, gue lebih demen nonton La Liga, apalagi pas Madrid maen. Menurut gue pada waktu itu, Madrid ibarat Disney Land, yang menawarkan sejuta impian buat para pesepakbola.
Sampe pada suatu saat gue kelas 2 SMP. Gue sekelas ama anak-anak pecinta Serie-A. Gue dikenalin ama temen gue yang ngakunya milanisti, tapi ngefans ama Ibrahimovic (waktu itu masih maen di Juve). Nah, dari situ gue naksir Milan. Apalagi pas liat Kaka, yang baru 22 tahun itu-doi lagi bersinar dengan sering masuk starting XI.
Sialnya, baru gue jatuh cinta ama Milan, Rossoneri harus kalah lewat adu penalty di Final UCL 2005. Aargh, sakit banget hati gue. Gue bela-belain begadang tuh, padahal paginya ada ulangan Matematika. Alhasil, ujung-ujungnya harus remedial. Wakakak.
Tapi, pas revans tahun 2007, bueeh…seneng banget gue. Adegan yang paling mengharukan, yang bikin gue nangis adalah saat Maldini tersenyum puas di tribun menatap lapangan Stadion Olimpiade Athena, diiringi lagu Inno Milan yang berkumandang. Oh my God, merinding. Waktu Carletto pelukan ama Maldini, waktu Pippo nyium trophy Champions, semuanya indah.
Lucu ya? Gue gak pernah ke Milano, apalagi kenal ama para pemain Milan. Tapi Rosssoneri udah sukses bikin persaan gue campur aduk gak karuan. Semua yang terjadi pada Milan, gue anggap sebagai ujian. Cinta gue di uji. Seberapa dalamnya gue mendukung Milan, optimis pada Milan.

Kamis, 10 September 2009

Noordin M Top vs Lord Voldemort Part 1

Tidak diketahui keberadaannya, tetapi mampu meneror kita dengan ketakutan, kecemasan dan rasa tidak aman di tanah air kita sendiri. Dan abdinya, abdi setia yang merasa terhormat mengemban tugas dari tuannya, bahkan merasa mulia jika gugur sebagai tumbal atas tuan mereka yang bertahan hidup. Saya menemukan suatu kecocokan dari ciri-ciri di atas. Dua orang manusia yang sama sekali berbeda dunianya. Yang satu sebagai tokoh fiksi- saya rasa bila dia nyata, pastilah lebih kuat dari yang lain. Dipanggil Pangeran Kegelapan oleh pengikutnya. Pengikutnya, yang dengan bangga menamai dirinya Pelahap Maut. Tokoh yang lain- nyata, yang bisa kita rasakan kehadirannya lewat aksi-aksi yang menurut saya sangat tidak bisa di tolerir lagi, menyakiti, mengancam, dan meneror mereka yang tidak bersalah.