Minggu, 25 September 2011

Nasib Mal di Batam: Mati Satu Tumbuh Seribu


Tak banyak aktivitas orang-orang di dalam gedung pada hari itu. Padahal, waktu sudah menunjukkan pukul satu siang. Gedung yang pernah berjaya pada akhir 90-an itu sekarang tampak sepi. Berbeda pada masa kejayaannya, Carnaval Mall bersama Matahari Departement Store dan Barata , menjadi pilihan warga Batam untuk berbelanja. Kini, Carnaval Mall seperti tak memiliki taring, untuk bersaing dengan pusat perbelanjaan lain.


Mal ini lebih familiar dengan nama My Mart, nama pasar swalayannya. Saat melewati pintu masuk Carnaval Mall (CM), yang pertama kali terlihat adalah deretan komputer yang siap diperbaiki. Eskalator di gedung itu pun sudah tak berfungsi lagi. Bau debu yang khas dari gedung yang sedang renovasi itu langsung menyambut.
 Di sebelah kiri lobi CM, dahulu adalah Toko Buku Kharisma. Kini berubah menjadi toko furniture. Sedangkan di lantai dua, yang dulu diisi departement store seperti Galeria, tampak kosong. Rencananya, SMK Nasional akan pindah ke sana. Sejak kehilangan tenant-tenant besar, mal ini kolaps. “Dengan keluarnya tenant-tenant besar, maka tenant kecil pun mengikuti,” imbuh Dede Ferry Kurniawan, Marketing Administrasi PT Sri Tama Jaya Perkasa, pengelola Carnaval Mall.
Carnaval Mall berdiri sejak 1997. Mal dengan total luas lahannya 46.000 m2 ini, dahulu dikelola oleh PT Mayakoro Sejahtera, pengelola yang sama dengan Matahari Departement Store, sebelum pindah ke Mega Mall, Batam Centre. Sejak tahun 1999, mal yang tepat di sebelah kiri lapangan futsal Astoria ini dikelola oleh PT Sri Tama Jaya Perkasa.
CM beralih fungsi pada 2005. Kini CM fokus pada barang berbasis teknologi dan informasi (TI), baik itu penjualan komputer, maupun reparasinya. CM memang masih bertahan. Tapi bukan sebagai pusat perbelanjaan dan rekreasi keluarga. CM kini menjadi rujukan warga Batam untuk berbelanja dan memperbaiki perangkat komputer.
Sita, salah satu pemilik tenant mengakui, bahwa ada perbedaan saat berjualan di Carnaval Mall sebelum dan sesudah beralih fungsi. Saat itu usaha perlengkapan alat-alat olahraga miliknya ramai dikunjungi. “Saya disini dari tahun 2000. Dulu Batu Aji belum ada mal, Jodoh pun cuma Samarinda,” ujarnya. Ia merasa faktor kemunduran Carnaval Mall adalah ketersediaan barang yang kurang lengkap dari Matahari, tetangga CM kala itu dan berdirinya mal-mal baru yang lebih bagus dan lengkap di Batam.
Pemilik toko perlengkapan olahraga Indah Sport ini memiliki pengalaman tersendiri selama berjualan di CM. “Dulu banyak siswa-siswi belanja kesini masih SMP/SMA, sekarang datang sudah orang. Ada yang sudah jadi polisi. Mereka bilang Ibu masih bertahan ya di sini,” tambahnya.
Sita berharap, CM dapat seramai dahulu. “Karena di sini kan ladang kita,” ujar wanita berusia 42 tahun ini. Tetapi ia mengakui, bahwa kinerja pengelola di bawah direksi yang baru cukup memuaskan. Menurutnya, pengelola sering mengadakan hearing bersama pedagang terkait eksistensi Carnaval Mall. “Mereka tanggap apa maunya kita,” imbuh wanita asal Medan itu.
Indah Sport miliknya menyediakan perlengkapan olahraga seperti jersey atau kostum sepak bola, bola basket, takraw, sepatu, hingga alat-alat musik seperti gitar, rebana, hingga pianika. Barang-barang di tokonya, kebanyakan berasal dari Pulau Jawa. “Kalau gitar buatan China. Saya ambil dari grosir,” imbuhnya.
Berbeda dengan Benny, pemilik Global Computer, toko yang menyediakan jasa recovery data, perbaikan printer dan komputer serta penjual perangkat jaringan. Ia yang sudah enam tahun membuka toko di CM memiliki pengalaman unik saat terjadi kebakaran tahun 2008. “Toko kita memang tidak kena. Tapi asap hitam sudah memenuhi ruangan. Kita langsung evakuasi barang-barang ke depan,” tambah pria tambun itu.
Saat itu, ia mengaku barang-barang milik pelanggannya raib. Entah diambil oleh pemiliknya sendiri yang panik saat kebakaran, atau oleh orang yang tidak bertanggung jawab. “Mungkin karena panik, pemiliknya tidak sadar kalau barang yang diambil bukan miliknya. Karena semua campur jadi satu,” ujar pria asal Bandung tersebut.
Pengalaman unik lainnya adalah saat berkenalan dengan orang lain. “Waktu ditanya kerja dimana, dan saya jawab di My Mart, tanggapannya Oh masih ada ya, kirain udah tutup,” ujarnya mengenang. Yang paling sering dialaminya adalah pelanggan yang meninggalkan barangnya terlalu lama. “Ada yang berbulan-bulan tidak diambil. Padahal kalau printer dalam satu bulan tidak dipakai, akan terjadi penyumbatan di kartrid. Sedangkan pelanggan maunya dalam keadaan seperti semula. Masa saya nge-print seminggu sekali,” tambahnya.
Benny mengakui ada perbedaan antara CM yang dulu dengan yang sekarang. “Saya sempat merasakan. Dulu kalau kesini bawa anak dan istri untuk jalan-jalan. Sekarang orang taunya My Mart tempat service komputer,” ujarnya.
Persaingan dalam meyediakan jasa service komputer dan perangkatnya masih kompetitif. Hal ini diakui oleh Dadan, rekan kerja Benny. “Kadang memang ada perbedaan yang cukup jauh bagi penjual barang second satu dengan yang lain. Tapi kita kan sudah puya pelanggan masing-masing,” ujar pria yang sama-sama berasal dari Bandung itu. Ia tetap yakin, walau persaingan antar mal makin ketat, Carnaval Mall telah menjadi ikon pusat penjualan dan reparsai komputer di Batam.
Pernyataan Dadan diamini oleh Benny. “Kadang orang rela bayar mahal dan datang dari jauh kalau sudah percaya sama satu toko,” katanya. Ia mengklaim, bahwa hanya Global Computer tokonyalah yang menyediakan jasa recovery data di Kepri ini.
Ditemui saat tokonya belum ramai, ia bercerita. Pernah suatu kali datang pelanggan dari Natuna dan Tanjungpinang hanya untuk recovery data. Saat ini, pelanggan tetapnya adalah Dispenda, Poltabes, Pemko, dan Jamsostek. Tarif untuk jasa perbaikan komputer dan perangkatnya pun beragam. Mulai dari Rp 20.000 rupiah, sampai dengan Rp 200.000 rupiah.
Selama berdagang di CM, ia tak menemui kendala dari pihak pengelola. Jika ada masalah, para pemilik tenant langsung mengadu ke pengelola. Benny berharap kepada pengelola, agar lebih mempromosikan Carnaval Mall sebagai pasar IT. “Jangan sampai ada yang tidak tau Carnaval Mall,” tegasnya.
Selain itu, Benny berharap agar pengelola lebih kreatif dengan mengadakan event seperti pameran komputer. “Saya harap pengelolanya seperti yang di Jawa. Kalau pameran di sini kan di adakan pemerintah. Kita ingin pengelolanya inisiatif,” ujarnya.
Ditemui di tempat terpisah, Dede, Marketing Administrasi Carnaval Mall membenarkan bahwa akan ada pameran komputer dalam waktu dekat ini. “Insya Allah setelah lebaran,” tegasnya.
Dede bercerita, saat tenan-tenan besar di Carnaval Mall keluar, toko komputer lah yang masih bertahan. Hal ini dijadikan alasan untuk meneruskan eksistensi mal sebagai pusat penjualan komputer dan perangkatnya. “Pasarnya juga masih potensial karena dekat dengan pusat pemerintahan dan perkantoran,” imbuhnya.
Bila Dede percaya bahwa keunggulan CM karena lokasinya yang strategis, bagaimana dengan penjualan komputer di tempat lain? Ternyata CM juga masih harus bersaing dengan DC Mall. Bukan berita baru lagi jika mal yang terletak di Jodoh itu juga menjual berbagai kebutuhan akan komputer, laptop, hingga aksesorisnya.
DC Mall memusatkan penjualan komputer di lantai dasar dekat entrance 8 yakni pintu masuk sebelah kanan. Memang tak banyak jumlah tokonya seperti di CM, tetapi diklaim sebagai yang terlengkap dalam menyediakan aksesoris komputer. Seperti yang dikatakan oleh Nendra, salah satu karyawan toko komputer di DC Mall. Ia tidak merasa terancam dengan Carnaval Mall sebagai ikon penjualan komputer.
“Costumer sendiri yang mengakui kalau harga di DC Mall lebih murah dan aksesorisnya lebih lengkap. Jadi, kami tidak merasa tersaingi dengan My Mart,” ujar karyawan WISECOM itu. Ia mengaku pelanggannya berasal dari berbagai daerah dari luar Batam seperti Jakarta dan Pekanbaru.
Jika benar pemilik tenan dari masing-masing mal memiliki pelanggan, apakah kemungkinan sebuah mal itu tutup atau kolaps tidak akan pernah ada? Tetap ada. Nada F. Soraya, mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kota Batam mengatakan bahwa mal akan kolaps jika tidak memiliki konsep yang terpadu dan target pasar yang jelas.
Selama ini, mal yang kita sebut kolaps itu belum memiliki konsep yang terpadu Bukan sekedar ambil tenan atau bikin event, tetapi harus memiliki konsep dari hulu ke hilir,” tegasnya.
Seperti yang diketahui, Kota Batam ditetapkan sebagai pusat perdagangan batik se-ASEAN di ASEAN Summit Mei lalu. Nada berharap, hal ini menjadi peluang untuk menerapkan konsep mal berbasis produk budaya. “Mal di Singapura menyediakan barang dari seluruh dunia. Sedangkan kita memiliki budaya yang baik dan Batam secara geografis strategis untuk perdagangan internasional,” ujar Nada.
            Nada juga mengatakan bahwa mal tidak boleh berdekatan dengan pasar tradisional karena akan mematikan usaha para pedagang pasar. “Supermarket juga hanya sebagai pelengkap,” tambahnya.
            Ia mengharapkan implementasi pemerintah pada kebijakan tentang perizinan mendirikan pusat perbelanjaan atau mal. “Banyak pengusaha bingung. Kok lebih baik sebelum FTZ (Free Trade Zone),” imbuhnya. Menurut Nada, pemerintah telah membuat kebijakan dengan baik tetapi kurang dalam implementasi dan sosialisasinya. (ris)